Jakarta, Kompas -
Data pantauan Indonesian Corruption Watch (ICW) atas kinerja institusi penegakan hukum, seperti Kejaksaan Agung dan polisi, masih menunjukkan perlunya kehadiran KPK sebagai lembaga yang secara khusus menangani kasus korupsi, demikian juga dengan kehadiran Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Banyaknya terdakwa kasus korupsi yang diputuskan bebas melalui proses hukum di pengadilan negeri juga menunjukkan pentingnya penguatan bagi kehadiran Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Pelemahan fungi dan peran KPK serta Pengadilan Tindak Pidana Korupsi justru akan berdampak runtuhnya upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal itu dikemukakan oleh peneliti hukum dan anggota Badan Pekerja ICW, Febri Diansyah, Kamis (23/7), dalam diskusi publik bertajuk ”Penyelamatan KPK dan Pemberantasan Korupsi”.
Dalam acara yang digelar Komisi Hukum Nasional itu, hadir antara lain Ketua Pansus RUU Pengadilan Tipikor Dewi Asmara, Staf Ahli Presiden Denny Indrayana, serta anggota Komisi Hukum Nasional, Mohammad Fajrul Falaakh.
Febri mengungkapkan, sejak tahun 2005 hingga tahun 2008, dari 1.421 terdakwa kasus korupsi yang diproses di pengadilan umum, sebanyak 659 terdakwa divonis bebas dan sebagian yang lain divonis ringan. Hal itu sangat kontras dengan penanganan kasus korupsi oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang tidak memutus bebas seorang terdakwa pun.
Tidak hanya itu, dari pantauan ICW pada sembilan daerah
”Dengan potret itu, masih cukup sulit berharap pada Kejaksaan,” kata Febri.
Hasil survei Transparency International Indonesia tentang indeks persepsi korupsi menyatakan bahwa institusi hukum, yaitu pengadilan dan kejaksaan, merupakan institusi yang harus dibersihkan. Bahkan, dibandingkan dengan 11 negara Asia lainnya, posisi pengadilan di Indonesia dinilai paling sulit dipercaya alias paling buruk.
0 komentar:
Posting Komentar