Dengan Seni Melawan Korupsi

Rabu, 29 Juli 2009
Dear sahabat,

Kami berencana untuk memproduksi lagi beberapa merchandise dengan tema-tema melawan korupsi.
Merchandise kami yang lalu adalah merupakan hasil patungan dan donasi dari beberapa simpatisan dan pendukung gerakan ini.
Namun semua merchandise tersebut saat ini sudah habis.

Untuk itu, kami membutuhkan ide-ide dan karya-karya sahabat-sahabat sekalian untuk merchandise kita berikutnya.
Merchandise ini nantinya akan kami sumbangkan sebagai atribut dalam acara-acara Cicak yang akan datang dan sebagian akan kami jual.
Hasil dari penjualan tersebut akan dipergunakan untuk memproduksi lagi merchandise kita berikutnya dan untuk acara-acara Cicak ke depan.


Berikut ini daftar merchandise (sementara) yang akan kami produksi:
1. T-Shirt;
2. Pin
3. Sticker
4. Poster
5. Flyers
6. Mug (cangkir);
7. Bandana (ikat kepala);
8. Jaket motor

Apabila sahabat-sahabat sekalian punya karya foto, gambar (ilustrasi) dan disain dengan tema-tema melawan korupsi, sahabat bisa kirimkan kepada kami. Kami akan memilih karya-karya tersebut untuk dijadikan merchandisenya.
Akan kami tulis nama pembuatnya dalam tampilan gambar/disain tersebut.
Misalnya, apabila karyanya diaplikasiakan ke bentuk T-shirt, kami akan tulis di bawah gambar tersebut: Design by [nama anda], 2009.

Sahabat bisa kirimkan karyanya dalam bentuk JPG, BITMAP atau Corel ke :

kamicicak@yahoo.com

Mohon saran dan masukannya.

Semoga kita bisa mempersatukan suara kita dengan karya seni.

Salam,

Cicak

Banyaknya Perdebatan Hambat Pembahasan RUU Pengadilan Tipikor

Selasa, 28 Juli 2009

Penyelesaian Undang-Undang Pengadilan Tipikor berada pada masa kritis. Dalam hitungan minggu undang-undang itu harus selesai atau pemberantasan korupsi di negara ini bisa kembali macet.

Dewi Asmara, Ketua Panja RUU Pengadilan Tipikor menyatakan isi dari RUU yang sedang digodok timnya tidak memperlemah KPK seperti yang dituduhkan banyak pihak. Justru ia mengatakan bahwa eksistensi KPK masih kokoh sesuai dengan UU No 30 Tahun 2002. “RUU Pengadilan Tipikor hanya mengatur hal yang berkaitan dengan pengadilan (tipikor) dengan segala konsekuensi hukumnya dalam sistem peradilan Indonesia,” kata Dewi dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Komisi Hukum Nasional dan hukumonline, Kamis (23/7) lalu, di Jakarta.

Menurut Dewi ada beberapa hal yang membuat penyusunan UU Pengadilan Tipikor terkesan alot. Pertama adalah pengaturan tentang eksistensi Pengadilan Tipikor dalam sistem peradilan indonesia.

Permasalahan soal komposisi hakim pun masih terus menjadi perdebatan. Khususnya mengenai kualitas dan kuantitas dari hakim ad hoc. ”Bukan hanya persoalan jumlah, tapi kita ingin tempatkan dulu kriterianya secara benar, baru bicara jumlah.”

Dewi juga menyebutkan beberapa hal lain yang masih belum bisa disepakati oleh tim panja. Antara lain seputar pengaturan dua lembaga penuntutan dalam hal ini jaksa pada Kejaksaan Agung dan jaksa pada KPK. Masalah tentang kewenangan penyadapan dan jangka waktu pemeriksaan perkara juga masih menjadi bahan perdebatan.

Selain itu masih ada kesulitan dalam menempatkan pengadilan tipikor sampai ke seluruh kabupaten. Menurutnya, hal ini dirasakan masih sulit karena dana dari negara, jarak dan Sumber Daya Manusia yang juga masih minim. ”Dengan adanya ini, kita mau menegakkan korupsi, maunya harusnya di seluruh kabupaten. Nanti kita bentuk apa regional dulu atau beberapa propinsi dulu, lalu nantinya seluruh propinsi. Tapi harus dipikirkan dahulu.”

Dewi juga beralasan bahwa DPR harus menyelaraskan dengan undang-undang lain yang nyatanya sekarang masih mengalami revisi juga di DPR. Seperti UU tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, ini penting karena kewenangan pengadilan tipikor kini ditambah dengan memeriksa tindak pidana pencucian uang. ”DPR harus ekstra hati-hati karena harus selaras dengan ketentuan-ketentaun lain yang levelnya sama dan masih dalam pembahasan.”

Dalam diskusi yang sama, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah menyatakan bahwa penyusunan UU Pengadilan Tipikor ini dibuat rumit. ”Seolah-olah penyusunan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tipikor ini sangat sulit, sangat rumit harus disesuaikan dengan rancangan undang-undang peradilan umum, pencucian uang harus disesuaikan dengan undang-undang tindak pidana korupsi yang baru diajukan pemerintah pada bulan mei lalu dan banyak hal.”

Febri juga menimpali ungkapan Dewi yang merasa kesulitan menyelaraskan UU Pengadilan Tipikor dengan UU Peradilan Umum. “Kalau kita mau berpikir secara sederhana, sebenarnya undang-undang itu sudah ada dan persoalan penyesuaian dengan peradilan umum itu sudah terjadi sejak UU No 30/2002 tentang KPK. Memang tipikor ada di peradilan umum jadi tidak ada persolan lagi.”

Seperti diketahui, RUU Pengadilan Tipikor ini lahir karena Mahkamah Konstitusi membatalkan Pasal 53 UU KPK. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi memberikan jangka waktu selama 3 tahun kepada pemerintah dan DPR untuk merumuskan UU tersendiri yang mengatur keberadaan pengadilan tipikor. ”Sebenarnya kita bisa membaca dengan sederhana bahwa dengan pemindahan pasal-pasal 53 sampai berikutnya di UU KPK menjadi satu undang-undang tersendiri, maka basis konstitusional pengadilan tipikor sudah selesai, bahkan secara ekstrim kita bisa katakan begitu. Tapi kita ingin pengadilan tipikor mempunyai basis yang lebih kuat.”

Di kesempatan yang sama, staf khusus Presiden bidang hukum, Denny Indrayana menyatakan bahwa Presiden akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) jika UU Pengadilan Tipikor ini tidak bisa selesai tepat pada waktunya. ”Presiden sudah berkali-kali, saya menghitung lebih dari lima kali dan sudah berulang kali saya sampaikan. Jika RUU tidak selesai, Presiden akan keluarkan Perppu.”

(M-8)

Sumber : hukumonline.com

HIMBAUAN UNTUK TERUS MENDUKUNG PENUH KEBERADAAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI


Kepada Yth.
ELEMEN MASYARAKAT ANTIKORUPSI
Di -
JAWA TENGAH.


Perihal : Himbauan Untuk Mendukung Penuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)


Salam AntiKorupsi

Hingga saat ini KPK merupakan satu-satunya institusi yang terbukti mampu membongkar jaringan mafia korupsi di berbagai institusi negara. Akan tetapi, konsolidasi kekuasaan koruptor mulai lebih kuat menyerang KPK. Tujuan utamanya untuk mengebiri dan melumpuhkan fungsi KPK. Jika ini terjadi, masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia akan kembali kelam.

Beberapa bentuk kegiatan yang dapat ditumpangi ”corruptor fight back” terhadap KPK dilakukan mulai dari Judicial Review/Uji Materiil UU KPK ke Mahkamah Konstitusi; menyerang kewenangan penyadapan KPK; memotong kewenangan penuntutan KPK melalui RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; pembajakan komisioner KPK melalui seleksi fit and proper test di DPR; penarikan Penyidik POLRI dan Auditor BPKP dari KPK; intimidasi berupa ancaman BOM; tidak menyelesaikan RUU Pengadilan TIPIKOR hingga batas waktu yang diberikan MK, hingga sinyal serangan langsung (direct attack) terhadap pimpinan KPK lainnya setelah Antasari Azhar diproses dalam kasus dugaan pembunuhan Nasruddin Zulkarnain.

Padahal, sebagai salah satu mandat Reformasi, korupsi harus diberantas tanpa pandang bulu. KPK saat ini tengah merintis usaha ke arah itu. Akan tetapi banyak pihak yang tidak menginginkan hal itu terwujud.

Untuk menyikapi situasi yang kian memburuk dan berakibat fatal terhadap keberadaan KPK, maupun pemberantasan korupsi di Indonesia, kami menghimbau kepada seluruh elemen masyarakat untuk memberikan dukungan nyata terhadap agenda pemberantasan korupsi dengan menuntut DPR RI dan Pemerintah RI untuk tetap mempertahankan KPK.

Kami mengharap dukungan dalam bentuk aksi simpatik untuk mendukung KPK dalam bentuk, misalnya :
• Aksi massa yang terus menerus untuk mendukung penguatan KPK.
• Mengirim surat pernyataan ke Presiden RI, DPR RI, dan lembaga lainnya untuk mendukung eksistensi KPK.

Demikian surat himbauan ini kami sampaikan. Atas dukungannya, kami ucapkan banyak terima kasih


Semarang, 28 Juli 2009

Hormat kami,
KP2KKN Jawa Tengah;


EKO HARYANTO, SH.
Sekretaris


Catatan :
Asli surat Ini adalah surat dari ICW No.285/SK/BP/ICW/VII/2009 tertanggal 27 Juli 2009 yang ditujukan kepada seluruh mitra-nya yang ada didaerah termasuk juga KP2KKN Jawa Tengah. Oleh karena isi dan maksud serta tujuannya dari redaksi surat tersebut relevan dengan kondisi saat ini, maka KP2KKN merasa perlu juga untuk membuat surat yang redaksinya sama persis dengan isi surat tersebut, yang kemudian kami sebarkan keseluruh jaringan mitra KP2KKN yang ada di Provinsi Jawa Tengah, baik melalui e-mail maupun surat tercatat, lewat surat No.103/SK/KP2KKN/VII/2009 tertanggal 28 Juli 2009.

Indonesian government must ensure anti-corruption is not undermined

Senin, 27 Juli 2009
Berlin/Jakarta, 27 July 2009

The re-election of Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono, confirmed by the country’s Elections Commission last week, provides an excellent opportunity for the triumphant incumbent to fulfil anti-corruption promises made throughout his campaign.

Two key bills currently under discussion by Indonesia’s House of Representatives threaten the continued existence and support of the Corruption Eradication Commission (KPK), although it has played an important role in ensuring that top officials engaged in corrupt activities are prosecuted. The commission’s existence and the high number of cases handled by it thus far, represent an important achievement.

As his next term begins the people of Indonesia and the international community have high expectations that President Yudhoyono’s anti-corruption commitments will be translated into action to guarantee the KPK’s continued existence and its ability to act as a competent, independent body fighting corruption.

Transparency International (TI) stands behind Transparency International Indonesia and other Indonesian NGOs in support of the KPK as a stable institution, in accordance with provisions of the United Nations Convention against Corruption ratified by Indonesia in 2006, and condemns recent attempts to weaken the KPK’s independence and authority by turning it into a temporary, ad-hoc institution.

Despite their undeniable achievements and widespread public support, the KPK and the special court for corruption crimes (Tipikor) have been under incessant attacks by parliament, the attorney general’s office and the police, among others. It is time for such attacks to stop detracting from the problems at hand which affect the daily lives of the Indonesian people. President Yudhoyono has a decisive role to play in ensuring that such a vital institution has the necessary powers and resources to fully investigate and prosecute corrupt acts.

TI’s 2009 Global Corruption Barometer shows increasing public confidence in the KPK’s and Tipikor’s ability to handle corruption. More than 70 per cent of respondents feel the government has been effective in addressing corruption. On the other hand, the House of Representatives and the judiciary are perceived to be the most corrupt institutions.

These contrasting results indicate that Indonesians do not attribute recent anti-corruption achievements to those institutions - which should be key for eradicating corruption when functioning properly- but to independent institutions such as the KPK, the Audit Board of Indonesia (BPK), and Tipikor.

Failure by the government to shield the KPK and the Tipikor court, will not only hinder all efforts to eradicate corruption, but will certainly impact on the political and economic credibility of Indonesia. Most importantly, it will dent Indonesian’s belief that their government is serious about establishing and maintaining solid mechanisms to hold the corrupt to account.

Sumber : Transparency International-Berlin

Corruption Fighters Rouse Resistance in Indonesia

Minggu, 26 Juli 2009
By NORIMITSU ONISHI

Published: July 25, 2009

JAKARTA, Indonesia — Indonesia, a country that has long been regarded as one of the world’s most corrupt, has won praise for combating graft in recent years. Leading the charge has been a single powerful government institution — one whose successes have drawn fierce opposition that now threatens its existence.

Armed with tools like warrantless wiretaps, the Corruption Eradication Commission confronted head-on the endemic corruption that remains as a legacy of President Suharto’s 32-year-long kleptocracy. Since it started operating in late 2003, the commission has investigated, prosecuted and achieved a 100-percent conviction rate in 86 cases of bribery and graft related to government procurements and budgets.

Local reporters camp daily outside the commission’s imposing eight-story building here, where high-ranking businessmen, bureaucrats, bankers, governors, diplomats, lawmakers, prosecutors, police officials and other previously untouchable members of Indonesian society have been made to discover a phenomenon new to this country: the perp walk.

One of Indonesia’s most famous rock bands, Slank, even performed outside the building last year to show support. The band took aim at members of Parliament, the institution generally considered the country’s most corrupt, by singing: “Who draws up laws? Draft bills for bucks.”

According to Transparency International, a Berlin-based private organization dedicated to curbing corruption, the modest progress Indonesia has made against corruption in the past half decade has resulted from the commission’s investigations and reforms inside a single ministry, the Ministry of Finance.

But now the nation’s Parliament, police force and attorney general’s office have increasingly been caught in the cross hairs of the anticorruption commission’s investigations, and members of those bodies are trying to undermine the commission, according to commission officials and watchdog groups.

The attacks against the commission grew so intense that Indonesia’s newly re-elected president, Susilo Bambang Yudhoyono, summoned Indonesia’s top law enforcement officials on a recent morning. Sounding sometimes like a marriage counselor, he told them to avoid “friction” through better “communication” and “respect.”

The meeting shone a rare, public spotlight on the particular difficulties of fighting corruption here. At stake, experts say, is the very survival of the anticorruption commission, universally referred to as K.P.K., the initials of its name in Indonesian.

“It’s now a very dangerous time for the K.P.K.,” said Teten Masduki, the secretary general of Transparency International’s chapter in Indonesia. “Whether it’s the police, attorney general’s office or Parliament, there is a systematic agenda to destroy the K.P.K.”

Some critics say that the commission’s powers are too draconian and that defendants receive inadequate protection at a special Corruption Court where they are tried. Even Mr. Yudhoyono, who has made fighting corruption a main theme of his administration, said recently that the commission “seems to be accountable only to God.”

Haryono Umar, one of the commission’s four vice chairmen, said that its investigators were merely following the 2002 law that created it, and that the commission was accountable to Parliament and other government agencies.

“According to the law, corruption is an extraordinary crime, so that’s why it should be handled by extraordinary means,” Mr. Haryono said.

“But because we are handling corruption very aggressively,” he said, “many people are not happy with the K.P.K.” However, he denied that other law enforcement officials were among them.

Likewise, Inspector Gen. Nanan Soekarna, a spokesman for the national police, said, “We have good relations with the K.P.K.”

Current and former commission officials said relations with police officials and prosecutors started off well but grew strained in the past year after corruption investigators began focusing on the police and the attorney general’s office, long considered among the most corrupt institutions here. Last year, a former high-ranking police official was sentenced to two years in prison for misappropriating funds while serving as ambassador to Malaysia.

(Page 2 of 2)

“Now our relations are no good because the K.P.K. started picking on their high officials,” said Erry Riyana Hardjapamekas, a former deputy chairman at the commission. “We suspect each other.”

More recently, an active high-ranking police official, Susno Duadji, was wiretapped by the commission and caught asking for a $1 million bribe. In an interview with Tempo, the country’s most respected magazine, the police official said he knew he was being wiretapped and played along with the caller; in an allusion to the anticorruption commission and the police, he said, “It’s like a gecko challenging a crocodile.”

The police, through leaks to the news media, threatened to arrest several commission officials on corruption charges of their own and in a bizarre case involving their former chairman, Antasari Azhar. In May, Mr. Antasari was arrested and accused of ordering the murder of a prominent businessman who was blackmailing him over an affair with their mutual love interest, a golf caddy, according to the news media.

Watchdog groups say the anticorruption commission is facing a potentially more effective, though passive, challenge from Parliament.

The challenge comes in the form of delays in passing new legislation governing the commission and the court, after the Constitutional Court ruled in 2006 that the law establishing the two was unconstitutional. The Constitutional Court gave the government until the end of 2009 to create a new law.

Watchdog groups say that Parliament has been sitting on the proposed bill in a strategy to kill the anticorruption commission. Transparency International rates Parliament — nine of whose members have been convicted by the special corruption court since 2007, mostly for bribery — as Indonesia’s most corrupt institution.

Gayus Lumbuun, a lawmaker in the committee reviewing the proposed bill, said its passage was possible before the end of the year. “We agree with T.I.,” he said in an interview, referring to Transparency International’s rating. “But we hope that T.I. also sees that there are members of Parliament who are ethical and trying to do good.”

Last year, Mr. Gayus led other lawmakers in threatening to sue Slank, the rock band, for singing about legislators who “draft bills for bucks.” But they dropped the idea after one of their own was arrested for bribery around the same time, and later sentenced to eight years in prison.

Even if the bill passes, the anticorruption effort could be weakened, according to Danang Widojoko, a coordinator at Indonesia Corruption Watch, a private organization. He said the bill would strip the commission of its prosecutorial authority and make the court less independent.

If Parliament fails to pass the bill, the president could extend the life of the anticorruption commission and court by passing a special regulation to be reviewed by Parliament. Mr. Yudhoyono was elected to his second term by a large margin. But he also has longtime supporters in business in a country where companies still depend largely on government contracts, experts said.

“If he’s serious about combating corruption, he’ll make sure the K.P.K. survives,” said Mr. Teten of Transparency International. “That would make the people happy, but I don’t know about the others.”


Sumber : New York Times

BERANTAS KORUPSI Jangan Perlemah Peran KPK

KOMPAS - Jumat, 24 Juli 2009 | 03:24 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah dan masyarakat diharapkan tetap mendukung penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga penindakan kasus korupsi. Besarnya tantangan pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dinilai belum dapat dihadapi hanya dengan memperingatkan, mereformasi birokrasi, atau mencegahnya saja.

Data pantauan Indonesian Corruption Watch (ICW) atas kinerja institusi penegakan hukum, seperti Kejaksaan Agung dan polisi, masih menunjukkan perlunya kehadiran KPK sebagai lembaga yang secara khusus menangani kasus korupsi, demikian juga dengan kehadiran Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Banyaknya terdakwa kasus korupsi yang diputuskan bebas melalui proses hukum di pengadilan negeri juga menunjukkan pentingnya penguatan bagi kehadiran Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Pelemahan fungi dan peran KPK serta Pengadilan Tindak Pidana Korupsi justru akan berdampak runtuhnya upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal itu dikemukakan oleh peneliti hukum dan anggota Badan Pekerja ICW, Febri Diansyah, Kamis (23/7), dalam diskusi publik bertajuk ”Penyelamatan KPK dan Pemberantasan Korupsi”.

Dalam acara yang digelar Komisi Hukum Nasional itu, hadir antara lain Ketua Pansus RUU Pengadilan Tipikor Dewi Asmara, Staf Ahli Presiden Denny Indrayana, serta anggota Komisi Hukum Nasional, Mohammad Fajrul Falaakh.

Febri mengungkapkan, sejak tahun 2005 hingga tahun 2008, dari 1.421 terdakwa kasus korupsi yang diproses di pengadilan umum, sebanyak 659 terdakwa divonis bebas dan sebagian yang lain divonis ringan. Hal itu sangat kontras dengan penanganan kasus korupsi oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang tidak memutus bebas seorang terdakwa pun.

Aktor tak tersentuh

Tidak hanya itu, dari pantauan ICW pada sembilan daerah utama di Indonesia, sebagian besar aktor utama kasus korupsi tidak tersentuh. Sebagian besar dari 665 tersangka korupsi yang ditangani kejaksaan di sembilan daerah itu, sebanyak 510 adalah aktor tingkat menengah.

”Dengan potret itu, masih cukup sulit berharap pada Kejaksaan,” kata Febri.

Hasil survei Transparency International Indonesia tentang indeks persepsi korupsi menyatakan bahwa institusi hukum, yaitu pengadilan dan kejaksaan, merupakan institusi yang harus dibersihkan. Bahkan, dibandingkan dengan 11 negara Asia lainnya, posisi pengadilan di Indonesia dinilai paling sulit dipercaya alias paling buruk. (JOS)


Sumber : KOMPAS

Deklarasikan Cicak, Puluhan LSM dan Mahasiswa Geruduk Kejati Jateng

Senin, 20 Juli 2009
Semarang - Gerakan Cinta Indonesia Cinta KPK (CICAK) dideklarasikan oleh puluhan LSM, organisasi mahasiswa, dan tokoh se-Jateng. Deklarasi ini juga diakhiri dengan aksi menggeruduk kantor Kejati Jateng.

Deklarasi dimulai sekitar pukul 09.30 WIB di Bundaran Air Mancur Semarang, Jl Pahlawan, Selasa (21/7/2009). Sebuah panggung berukuran 4x6 meter dijadikan arena pentas.

Beberapa LSM dan organisasi yang terlibat diantaranya, KP2KKN Jateng, LBH Semarang, Pattiro Magelang, Yapphi Solo, FAK Batang, AJI Semarang, serta BEM.

Puas berorasi di bundaran, massa bergerak ke kantor kejati yang jaraknya hanya 100 meter dari lokasi awal. Mereka membawa serta alat musik dan peralatan sound system.

Di kantor kejati, massa mendesak penuntasan kasus-kasus korupsi di Jateng, seperti kasus yang melibatkan Walikota Semarang Sukawi Sutarip, Walikota Magelang Fahriyanto, dan Bupati Batang Bambang Bintoro.

"Sebagai bentuk komitmen, kasus-kasus itu harus dituntaskan," kata Sekretaris KP2KKN, Eko Haryanto.

Aksi berlangsung tertib. Puluhan polisi menjaga ketat aksi yang diikuti 56 LSM dan akademisi seperti Prof Satjipto Raharjo dan lain-lain itu. (try/mok)

Sumber : Detik.com,
Foto : Denny Septiviant

Antara Cicak, Buaya dan Teroris

Sesi tanya jawab dengan cicak ini berlangsung pada long weekend kemarin. Cicak yang kami wawancarai kali ini mengenakan kaus polo putih, celana jeans dan menyandang kamera. Berikut nukilannya:

T: Wah, selamat ya Cicak! Deklarasi minggu lalu sepertinya sukses, cukup banyak diliput media. Gimana rasanya terlibat dalam gerakan yang populer seperti ini?
J: Terimakasih. Secara liputan media memang relatif sukses, dan teman-teman Cicak di berbagai daerah juga melakukan deklarasinya sendiri. Menurut Anda sendiri gerakan Cicak ini cukup populer ya?

T: Lha iya dong. Selain liputan media, ada Slank kan. Terus ada penyampaian deklarasi ke KPK pas hari Rabunya. Sayang, ada bom Marriott-Ritz Carlton jadi liputan media pasti bakal turun ya...
J: Kami para Cicak, sangat prihatin dan mendoakan para korban bom, semoga keluarga korban diberi ketabahan dan kesabaran. Liputan media memang penting, tapi bukan segala-galanya. Soal bom tidak bisa tidak akan membetot perhatian media (dan kita semua) sampai berminggu-minggu ke depan. Pengusutan kasus bom memang penting dan gothak-gathik-gathuk soal teori konspirasi pasti seru juga, tapi jangan sampai membuat kita semua fokus kita semua larut kesitu. Isu pemberantasan korupsi tetap dan harus aktual, apalagi pertemuan Presiden dengan KPK-Kepolisian sudah menghasilkan beberapa poin penting.

T: Tunggu, pelan-pelan dong. Saya kan belum profesional jadi reporter, apa saja poin penting tersebut?

J: Sebagaimana disampaikan Penjabat Sementara Pimpinan KPK Bibit S.Rianto, antara lain, pertama pemberantasan korupsi jalan terus, kedua pemberantasan korupsi harus disinergikan, ketiga saling berkomunikasi dengan baik, dan keempat, bekerja sesuai peraturan yang berlaku secara professional. Memang normatif semua sih, tapi coba bandingkan dengan pernyataan Presiden di berbagai media seperti jangan menjebak koruptor dan pengutamaan pencegahan korupsi. Bayangkan kalimat seperti ini dikeluarkan oleh Kepala Negara, ketika institusi satu-satunya yang menjadi sandaran harapan Anda dan saya untuk memberantas korupsi, sedang dikeroyok ramai-ramai. Coba bayangkan

T: Iya, saya sudah mencoba membayangkan, tapi apa salahnya dua kalimat tersebut? Apa dampaknya pada pemberantasan korupsi?

J: Jelas, disebutkan bahwa tugas KPK adalah menindak, sementara pencegahan urutan berikutnya. Pencegahan yang dilakukan KPK adalah sebatas pencatatan dan dokumentasi harta kekayaan pejabat Negara. Nah, pengutamaan fungsi pencatatan ini apa dampaknya coba terhadap pemberantasan korupsi?

T: Semoga tidak jaka sembung, tapi ada tidak hubungan antara bom Marriott-Ritz Carlton dengan pemberantasan korupsi?
J: Disitulah sedihnya. Misalkan, misalkan terungkap siapa pelaku pemboman itu. Saya berani jamin, pelakunya pasti mereka yang dikategorikan sebagai rakyat marginal.

T: Lho, maksud Anda, karena mereka marginal lalu jadi teroris?
J: Sekarang, coba adakah teroris itu orang-orang yang biasa Anda temui ketika sedang beli tiket bioskop, antri donat atau belanja di factory outlet? Amrozi, Imam Samudra dan nama-nama lain yang saya lupa, adalah korban sistem politik, sistem ekonomi negara kita yang masih kotor oleh praktek korupsi. Dengan mudah mereka berpaling pada sistem kepercayaan yang simplistis, menggampangkan urusan dan percaya kekerasan sebagai solusi. Selama ini mereka dimiskinkan oleh struktur, mereka melihat aparat dan oknum Pemerintahan yang kotor dan korup bertahun-tahun didiamkan saja, malah menjadi pengabdi modal. Akses mereka terhadap proses pengambilan keputusan sebagai pemangku kepentingan selama ini tidak terwadahi, malah dicederai, oleh partai,oleh parlemen lokal dan parlemen nasional. Herankah Anda, kalau janji bertemu bidadari di surga, meski dengan meledakkan diri sendiri, menjadi begitu memikat bagi mereka? Alm. Munir pernah mengatakan " kekerasan skala besar adalah efek lanjut dari kekerasan 'kecil' yang terus dibiarkan bahkan ditolerir (terutama) oleh Negara dan organisasi politik". Soal pembunuhan Munir (semoga Tuhan Maha Adil memberi almarhum tempat sebaik-baiknya di akhirat) sendiri, bukan tidak mungkin ada permainan buaya kan?

T: Aduh saya jadi ngeri, rupanya sejelas itu hubungan antara bom dengan korupsi. Permainan buaya memang ada dimana-mana ya. Artinya, kerja KPK menjadi lebih penting, lebih urgen dalam hari-hari ini?

J:Pastinya. Hanya KPK yang bisa diandalkan dalam membabat para koruptor

T: Ada pertanyaan titipan nih. Bagaimana gerakan CICAK ke depan? Setelah penyampaian deklarasi maksud saya? J: Wah, agenda CICAK masih banyak sekali. Ke depan masih ada penyusunan RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, RUU Tindak Pidana Korupsi dan pemilihan pimpinan KPK, apabila Ketua (non aktif) KPK Antasari Azhar terbukti bersalah atas pembunuhan Nasrudin.

T: Berkaitan dengan profile pic FB, kapan sebaiknya kami (wah ngaku nih) mengganti profile pic cicak kami?
J: Profile pic itu artinya kesadaran kita semua untuk terlibat. Terlibat karena soal pemberantasan korupsi ini bukan milik elit dan hanya sebatas headline media massa, tapi kepentingan kita semua ya. Seperti saya ceritakan diatas, masih banyak agenda kita ke depan. Pemasangan profile pic cicak itu tidak boleh terbebani, harus ikhlas profile pic yang biasanya keren, diganti gambar absurd cicak lawan buaya.

T: Berat juga ya. Anda yakin, CICAK yang terdiri dari, yah cicak-cicak, bisa mengawal agenda pemberantasan korupsi sebagaimana Anda ceritakan diatas?
J: Memang berat. Masih lebih bagus cicak reptil yang kalau buntutnya putus bisa regenerasi, nah kalau kami? Cicak-cicak yang masih penuh pertimbangan pragmatis, yang rentan isu dan bisa direpresi setiap saat. Tapi entah kenapa saya masih ada harapan. Apalagi kalau melihat profile pic wajah-wajah yang ada dalam groups CICAK di FB. Cicak yang menggendong anaknya, cicak yang duduk di pelaminan, cicak yang berfoto dengan latar alam negeri kita dan cicak yang tertawa bersama-sama teman-teman sesama cicak.

T: Anda masih parno, tapi ternyata Anda cicak yang sentimental ya?

J: Mau bagaimana? Kita harus percaya pada mungkin, kita harus percaya kita punya harapan. Kita tidak boleh apatis, sekali-kali tidak, karena terlalu mahal harganya untuk menjadi apatis.

Salam CICAK!

Pengamat: Pemerintah Terlalu Sibuk Menggembosi KPK

Sabtu, 18 Juli 2009
Sabtu, 18 Juli 2009 | 10:33 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ledakan bom yang menimbulkan korban di Hotel Ritz-Carlton dan JW Marriott Mega Kuningan, Jumat pagi kemarin, disebabkan oleh kelalaian pemerintah. Aparat kepolisian dan pemerintah terlalu sibuk mencari cara untuk menggembosi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Demikian dikatakan Syamsudin Haris, pengamat politik dari LIPI, saat dihubungi Kompas.com Sabtu (18/7). "Ini pukulan bagi SBY, situasi damai setelah pemilu ini dikacaukan dengan bom," sesalnya.

Meski demikian, Syamsul belum dapat memastikan, apakah ledakan tersebut disebabkan karena persaingan politik. Hal itu masih memerlukan penyelidikan lebih lanjut.

Lebih jauh, Syamsul menerangkan, ledakan ini berbeda dengan kasus penembakan yang terjadi di Papua. Untuk di Papua, ada keterlibatan pihak keamanan dan kaum separatis untuk menciptakan wilayah konflik.

"Kalau ledakan ini karena pemerintah lemah dan ada pihak-pihak yang memanfaatkan kesempatan lowong ini," tandasnya.

Sumber : KOMPAS.com

Turut Berduka Cita

Kamis, 16 Juli 2009
Kami turut berduka cita atas kejadian ini.
Semoga Allah SWT menerima korban disisinya dan ketabahan hati bagi saudara dan keluarga yang ditinggal pergi.

dan

KAMI CICAK! MENGUTUK KERAS PELAKU PENGEBOMAN DI MEGA KUNINGAN JAKARTA! APAPUN ALASANNYA PERBUATAN MEREKA SANGATLAH BIADAB!


Etos Politik KPK

Jumat, 17 Juli 2009 | 05:00 WIB

Oleh Rocky Gerung

Setelah pemilu presiden usai, kita kembali masuk dalam hal-hal konkret politik nasional. Yang amat merisaukan hari-hari ini adalah kondisi Komisi Pemberantasan Korupsi. Masalahnya bukan sekadar friksi antarlembaga (Polri-KPK-Kejaksaan-Parlemen), tetapi yang lebih mendasar adalah etos politik antikorupsi itu sendiri.

Artinya, kekuatan moral yang mendorong pembentukan KPK itu kini merosot menjadi transaksi kepentingan di antara elite penyelenggara negara. Sangat kuat terkesan usaha untuk mengurangi peran strategis lembaga itu, padahal peran-peran konvensional lembaga hukum lainnya (Polisi dan Kejaksaan) belumlah maksimal.

KPK memang dibentuk karena lembaga-lembaga utama penegak keadilan (Polisi, Jaksa) tidak mampu menjalankan fungsi pemberantasan korupsi. Jadi, status KPK sebetulnya adalah ”darurat”, yaitu mengambil alih sementara fungsi-fungsi pemberantasan korupsi yang gagal dijalankan oleh lembaga-lembaga penegak hukum. Dalam sistem ketatanegaraan, KPK adalah auxiliary organ, yaitu lembaga bantuan yang diaktifkan untuk mendorong peran normal Jaksa dan Polisi.

Jadi, bila Jaksa dan Polisi sudah mampu menjalankan fungsi pemberantasan korupsi, dengan sendirinya KPK tidak lagi diperlukan. Karena itu, bila KPK masih terus berprestasi ”menangkap” koruptor, itu artinya pemerintah gagal memfungsikan Polisi dan Jaksa dalam urusan pemberantasan korupsi. Isu inilah yang justru hilang dari pembahasan publik soal ”nasib KPK” hari-hari ini.

Ada yang terganggu

Karena itu, bila ada upaya memangkas fungsi-fungsi dasar KPK (penyidikan, penyadapan, dan penangkapan), jelas bahwa ada pihak yang terganggu dengan kekuasaan (yang dianggap) berlebih yang melekat pada KPK. Padahal, justru kekuasaan berlebih itu dan pandangan bahwa korupsi adalah extra-ordinary crime yang menjadi alasan moral dibentuknya KPK. Artinya, karena kekuasaan Polisi dan Jaksa tidak cukup diefektifkan dalam pemberantasan korupsi, dibentuklah lembaga auxiliary itu untuk mengambil alih kelambanan dan kelalaian lembaga-lembaga utama (Polisi dan Jaksa).

Jadi, bila sekarang eksistensi KPK ingin diakhiri, harus dibuktikan bahwa Polisi dan Jaksa sudah mampu menjalankan fungsi-fungsi pemberantasan korupsi secepat dan seefektif prestasi KPK selama ini. Bila tidak, akan terkesan bahwa friksi KPK-Polisi-Jaksa hari-hari ini adalah sekadar kompetisi ego institusi yang tidak mendasar. Bahkan, lebih jauh lagi, publik akan menilai bahwa ada kekuasaan dan kepentingan politik besar yang mendorong friksi itu. Spekulasi ini dapat justru menjadi ruang manuver bagi para koruptor yang sedang ”dibidik” KPK, atau mereka yang ”sakit hati” oleh manuver KPK.

Bagaimanapun, kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia masih jauh dari berhasil. Terus- menerus kita mencatat perbuatan korup di parlemen, eksekutif, dan lembaga peradilan. Itulah sebabnya persepsi internasional tentang indeks korupsi Indonesia masih sangat buruk. Seharusnya ukuran ini menjadi peringatan tentang beban yuridis yang masih harus dipikul KPK. Di belakang beban itu terletak juga nasib ekonomi dan bisnis kita, yaitu melemahnya kondisi investasi karena turunnya kredibilitas negara akibat tingginya tingkat korupsi.

Jadi, keseluruhan kisruh seputar ”nasib” KPK hari-hari ini adalah juga menyangkut keseluruhan problem ekonomi dan politik kita hari-hari ke depan. Kaitan-kaitan itulah yang seharusnya dihitung cermat agar sentimen-sentimen institusional dan kepentingan-kepentingan kekuasaan tidak tampil ”kasar” dalam persaingannya dengan KPK.

Reformasi kita dirikan di atas fondasi bangsa yang rapuh karena korupsi. Mentalitas dan sistem birokrasi sedang kita upayakan pembersihannya. Begitu juga parlemen, yang terus mendapat predikat buruk dalam soal korupsi. Diperlukan kurikulum ”etika publik” untuk mengorientasikan para politisi dan birokrat kita agar paham tentang prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan sosial. Kurikulum itulah yang harus kita wujudkan sebagai wawasan Nusantara yang sesungguhnya.

Bila hari-hari ini kita perlu memberi dukungan kepada KPK, itu adalah refleks etis kita terhadap kepungan berlebih terhadap upaya dasar reformasi, yaitu pemberantasan korupsi. Dan jika korupsi memang telah disepakati sebagai extra-ordinary crime, diperlukan lembaga seperti KPK yang merupakan manifestasi extra-ordinary force yang secara tak langsung juga semacam super body. Tak boleh ada yang menggerutu untuk itu.

Tentu, kredibilitas KPK hanya mungkin dipertahankan bila sungguh-sungguh para agen antikorupsi di KPK menjaminkan kebersihan dirinya di depan publik. Memang inilah konsekuensi etis perjuangan antikorupsi: hanya malaikat yang mampu bertanggung jawab kepada Tuhan! Mendekati kualitas malaikat adalah etos kerja yang harus dipegang oleh KPK.

Rocky Gerung Pengajar Filsafat UI

Sumber : Copy-paste dari KOMPAS

TEXT DEKLARASI GERAKAN CICAK

Senin, 13 Juli 2009

DEKLARASI CINTA INDONESIA CINTA KPK

Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang telah merampas hak asasi rakyat Indonesia dan merendahkan martabat bangsa;

KPK merupakan harapan utama rakyat untuk memberantas korupsi;

KPK telah menjadi ujung tombak yang efektif dalam memerangi korupsi yang mengakar di negeri ini

Namun, saat ini banyak pihak berusaha mematikan dan melemahkan KPK. Serangan terhadap KPK adalah serangan terhadap kita semua dan kehancuran KPK adalah kehancuran kita semua.


Karena itu, pada hari ini Minggu 12 Juli 2009. Kami, Gerakan Cinta Indonesia Cinta KPK:
Bertekad mendukung serta mempertahankan KPK demi kelanjutan perang terhadap korupsi.
Mengecam semua pihak yang ingin melemahkan dan mematikan KPK

Jakarta, 12 Juli 2009
CICAK
Cinta Indonesia Cinta KPK


ADNAN TOPAN HUSODO, AGAM FATCHURROCHMAN, ALEX LAY, ASFINAWATI, BAMBANG HARIMURTI, BUDIARTO SHAMBAZY, DANANG WIDOYOKO, EFEK RUMAH KACA, ERRY RIYANA HARDJAPAMEKAS, EFFENDY GHAZALI, EMERSON YUNTHO, IMAM PRASODJO, INDRA BEKTI, RAFFI AHMAD, KADRI JIMMO AND PRINZES OF RHYTM, LEONARDO SIMANJUNTAK, MARCO KUSUMAWIDJAYA, SALDI ISRA, SLANK, SJAHRUDDIN RASUL, TAUFIEQURACHMAN RUKI, TODUNG MULYA LUBIS, MARSILAM SIMANJUNTAK, TETEN MASDUKI, TIKA AND THE DISSIDENT, TUMPAK H PANGGABEAN, ANDIKA GUNADARMA, AMRIE HAKIM, TRANSPARENCY INTERNATIONAL INDONESIA (TII), INDONESIA CORRUPTION WATCH (ICW) , INDONESIA LEGAL RESOURCE CENTER (ILRC), INDONESIA BUDGET CENTER (IBC) , SEKNAS FITRA, AJI INDONESIA, KONSORSIUM REFORMASI HUKUM NASIONAL (KRHN), LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) JAKARTA, PUSAT STUDI HUKUM DAN KEBIJAKAN (PSHK), MASYARAKAT PEMANTAU PERADILAN INDONESIA (MAPPI) FHUI , LEMBAGA KAJIAN DAN ADVOKASI UNTUK INDEPENDENSI PERADILAN (LEIP), KEMITRAAN MASYARAKAT TRANSPARANSI INDONESIA (MTI), INDONESIAN COURT MONITORING (ICM) YOGYAKARTA, LBH PADANG, PUSAT STUDI KONSTITUSI (PUSAKO) UNIVERSITAS ANDALAS, HUKUMONLINE.COM, ALIANSI MASYARAKAT ANTI KORUPSI (AMAK), KP2KKN JAWA TENGAH, POKJA 30 KALIMANTAN TIMUR , MALANG CORRUPTION WATCH (MCW), BALI CORRUPTION WATCH (BCW), SAHDAR MEDAN , MATA ACEH, PIAR KUPANG , PATIRO SEMARANG, PUSAT KAJIAN ANTI (PUKAT) KORUPSI FAKULTAS HUKUM UGM, KABISAT INDONESIA, SELURUH MEMBER KAMI CICAK! FACEBOOK

DAN SELURUH PENDUKUNG GERAKAN CINTA INDONESIA CINTA KPK (CICAK).

Deklarasi CICAK, Demi Kelanjutan Perang Terhadap Korupsi

Beberapa tokoh publik ikut berpartisipasi di antaranya Pakar Komunikasi Politik Effendi Gazali dan Wartawan Senior Budiarto Shambazy. Dari kalangan LSM seperti ICW, MaPPI, LeIP, PSHK, IBC, Seknas Fitra, dan KRHN. Tidak ketinggalan dari kalangan artis Indra Bekti, Slank, dan Efek Rumah Kaca.

Dua tahun meninggalkan KPK dan kini menjabat Komisaris salah satu BUMN, tak menyurutkan kecintaan Taufiequrachman Ruki terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Minggu (12/7), Ruki bergabung bersama sejumlah elemen yang menamakan diri Gerakan Cinta Indonesia Cinta KPK, disingkat CICAK. Sesuai dengan namanya, CICAK adalah sebuah gerakan masyarakat yang peduli dan prihatin terhadap kondisi KPK yang tengah diserang secara sistematis.

Berdasarkan selebaran info yang dibagikan saat pendeklarasian, serangan itu di antaranya upaya menunda penyelesaian pembahasan RUU Pengadilan Tipikor yang ditetapkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi harus kelar sebelum 19 Desember 2009. Selain indikasi penundaan, materi RUU yang diajukan pemerintah pun berpotensi melemahkan KPK secara kelembagaan. Misalnya, ada pembatasan kewenangan penuntutan, jumlah hakim adhoc, dan penyadapan.

Belum lagi, muncul pernyataan Komisi III DPR yang meragukan kepemimpinan KPK karena minus Antasari Azhar yang menjadi tersangka kasus pembunuhan. Serangan teranyar, Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah diperiksa oleh penyidik Polda Metro Jaya karena diduga menyalahgunakan kewenangan penyadapan. Untuk yang terakhir ini, Pimpinan KPK yang tersisa sudah menegaskan bahwa penyadapan berjalan sesuai dengan standard operating procedure.

“KPK harus tetap melawan musuh utama bangsa ini yakni koruptor,” pekik Ruki ketika berorasi tepat di depan patung dua Proklamator, Soekarno-Hatta. Menurutnya, serangan terhadap KPK bukan hal baru. Ketika masih menjabat sebagai Ketua KPK, Ruki mengaku seringkali merasakan aroma serangan balik para koruptor atau populer dikenal Corruptors Fight Back. Meski terus diserang, kata Ruki, KPK harus bangkit dan tidak kendor dalam memberantas korupsi.

Ruki mengingatkan bahwa tahun 1998, negara ini mencapai puncak kehancuran gara-gara korupsi. Bersama-sama pergerakan mahasiswa, seluruh elemen masyarakat lalu bersepakat meruntuhkan rezim orde baru yang diyakini menjadi sarang korupsi. Setelah itu, lahirlah KPK yang sangat diharapkan dapat memberantas korupsi. Harapan itu, kata Ruki, terbukti dapat dijalankan KPK.

Menyikapi berbagai serangan yang kembali marak, Ruki melihat ada upaya mempolitisasi pembahasan RUU Pengadilan Tipikor. “Ada upaya mengulur-ulur sampai jadi isu politik, apakah pemerintah berani mengeluarkan perpu?” tukasnya. Terkait hal ini, Ruki meminta ketegasan dari pemerintah. Menurutnya, Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono harus berani menerbitkan perpu jika RUU Pengadilan Tipikor tidak jelas penyelesaiannya.

“Kepada presiden, saya bilang harus berani, sebagai (mantan, red.) tentara jangan-jangan takut-takut,” ujarnya menyinggung latar belakang Presiden SBY yang memang dari kalangan militer.

Selain itu, ia juga berharap KPK bersama penegak hukum lainnya tidak memperlihatkan sikap saling curiga. Prinsipnya, tegas Ruki, siapapun yang terlibat korupsi harus ditindak. “Jangan saling curiga, jangan memata-matai tapi kalau ada yang terlibat korupsi harus ditindak, tetapi selama KPK (juga) tetap on the track,” tukasnya.

Menyambung koleganya, mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamengkas dengan mengepalkan tangan berteriak, “Hidup KPK, Hidup Polisi, Hidup Jaksa!”

Setelah orasi, Ruki langsung memimpin pembacaan Deklarasi CICAK. Beberapa tokoh publik ikut berpartisipasi di antaranya Pakar Komunikasi Politik Effendi Gazali dan Wartawan Senior Budiarto Shambazy. Dari kalangan LSM seperti ICW, MaPPI, LeIP, PSHK, IBC, Seknas Fitra, dan KRHN. Tidak ketinggalan dari kalangan artis Indra Bekti, Slank, dan Efek Rumah Kaca.

Slank yang untuk kesekian kalinya tampil untuk KPK, menegaskan komitmen mereka mendukung pemberantasan korupsi yang dijalankan KPK. Menurut Kaka, sang vokalis, seluruh lapisan masyarakat harus sadar betapa bahayanya korupsi bagi bangsa Indonesia. Untuk itu, ia menyerukan agar semua pihak mendukung terus KPK. “Slank cinta Indonesia, dan 100 persen cinta KPK,” serunya.

(Rzk) - sumber : hukumonline.com

Hacker Buaya Menyerang! Waspada!

Sabtu, 11 Juli 2009
Dear Sahabat Cicak,

Kita menemukan adanya usaha dari Buaya untuk meng-hack account FB kita ini dengan mengirimkan banyak spam di internet.
Kami meminta rekan-rekan untuk waspada dan mengacuhkan spam-spam tersebut.

PS: Untuk para hacker Buaya yang membaca ini, kami sudah tahu anda siapa, kami juga punya pasukan hacker-cracker yang jauh lebih ganas.
Lebih baik anda bergabung dengan kami, jangan menjual diri anda kepada koruptor. Berapapun bayaran mereka tidak sebanding dengan penderitaan rakyat Indonesia.

Terima kasih atas perhatiannya.

salam,

Cicak

Info Sheet Deklarasi Gerakan CICAK (Cinta Indonesia Cinta KPK)

Korupsi di Indonesia nyaris membuat kita semua putus asa. Setiap instansi di negara kita terkontaminasi oleh oknum korup. Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah pilihan terakhir karena negara kita mengalami darurat korupsi, bila merujuk Indeks Korupsi Transparency International dimana skor Indonesia adalah 2,6. Semakin tinggi skor suatu negara, semakin bersih negara tersebut dari tindak pidana korupsi.
Sejak berdirinya, KPK berhasil membongkar korupsi di berbagai instansi. Dari mulai Komisi Pemilihan Umum (KPU), pengadilan tinggi, Departemen Kelautan dan Perikanan, Bank Indonesia, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kejaksaan Agung dan DPR-RI, para oknum pelaku korupsi semuanya berhasil dibawa KPK ke pengadilan. Dalam proses persidangan, karena proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan oleh KPK berhasil dilakukan dengan cermat, maka pengadilan tindak pidana korupsi berhasil memutus perkara korupsi tanpa melukai rasa keadilan masyarakat.
Namun kini ketika harapan masyarakat pada KPK mulai membuahkan hasil dengan dipenjarakanya para koruptor, terlihat beberapa serangan yang secara sistematis disarangkan pada KPK. Pertama, dari tertunda-tundanya pembahasan dan pengundangan RUU Tindak Pidana Korupsi, yang seharusnya paling lambat diundangkan pada 19 Desember 2008. Materi RUU yang diajukan Pemerintah pun mengandung pembatasan kekhususan tertentu yang selama ini justru menjadi poin positif KPK seperti kewenangan penuntutan, hakim ad-hoc sampai soal penyadapan. Kedua, pernyataan Komisi Hukum DPR mengenai kekosongan pimpinan KPK sehingga harus ada pembekuan penundaan penuntutan kasus korupsi akibat ditangkapnya Ketua KPK (non-aktif) Antasari Azhar sebagai tersangka pembunuhan Nasrudin. Ketiga, pemeriksaan terhadap Wakil Ketua KPK Chandra M.Hamzah dengan dugaan penyadapan yang bertentangan dengan kewenangan KPK; hal mana yang sebenarnya bagian dari kewenangan KPK untuk menyadap.
Gerakan CICAK terdiri dari anggota masyarakat yang peduli dan prihatin terhadap kondisi KPK kini. Serangan terhadap KPK adalah serangan terhadap kita semua. Kehancuran KPK adalah kehancuran kita semua. Anda cicak, saya cicak, kita semua cicak.

Tugu Proklamasi, Jakarta, 13 Juli 2009

Jadilah Bagian Dari Sejarah

Jumat, 10 Juli 2009
UNDANGAN - DEKLARASI & PENTAS MUSIK

CINTA INDONESIA CINTA KPK
( CICAK )


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah harapan bangsa ini untuk mewujudkan Indonesia yang bersih dan bebas dari Korupsi. Sejak awal pendiriannya, KPK telah membuktikan dirinya sebagai ujung tombak yang efektif dalam memerangi korupsi yang mengakar di negeri ini.

Gerakan Cinta Indonesia Cinta KPK (CICAK) adalah gerakan kepedulian dan pernyataan dukungan terhadap KPK yang saat ini sedang berada dalam gempuran serangan dari berbagai pihak. Gerakan CICAK memandang bahwa salah satu pengungkapan rasa cinta terhadap Indonesia saat ialah dengan mencintai KPK yang merupakan harapan kita semua. Serangan terhadap KPK adalah serangan terhadap kita semua dan kehancuran KPK adalah kehancuran kita semua.

Untuk itu kita semua, pendukung gerakan CICAK, diharapkan kehadirannya pada:

Acara : Deklarasi Gerakan Cinta Indonesia Cinta KPK (CICAK)
Didukung dengan orasi berbagai tokoh dan pentas seni dari Tika & The Dissidents, Kadri Jimmo The Prinzes of Rhythm, Efek Rumah Kaca, dan SLANK.

Hari : Minggu, 12 Juli 2009

Waktu : Pukul 15.00 s/d 17.00

Tempat : Tugu Proklamasi, Jalan Proklamasi - Jakarta


Demikian undangan ini, besar harapan kami agar Bapak/Ibu/Saudara sekalian dapat menghadiri dan menyampaikan dukungannya terhadap gerakan ini. Atas perhatiannya kami ucapkan banyak terimakasih.

Tanya Jawab Dengan Seekor Cicak

Berikut nukilan tanya jawab antara seorang yang bingung dengan logo cicak-buaya dengan seseorang yang mengaku eksponen CICAK (meski berbaju batik dan bukan reptil). Selamat membaca!

Saya tergabung dalam komunitas pertemanan Facebook. Saya bingung melihat profile pic teman-teman saya berubah, dari yang tadinya foto dirinya dan anaknya atau sedang tertawa gembira berubah menjadi gambar cicak merah dan buaya hitam bertuliskan “ Saya Cicak Berani Lawan Buaya”. Maksudnya apa ini? Apakah mereka mendadak menjadi kelompok pembela hak satwa?

Profile pic itu berarti teman Anda menjadi bagian gerakan solidaritas CICAK, singkatan dari Cinta Indonesia Cinta KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Tidak ada hubungannya dengan kelompok pembela hak binatang, tapi kalau teman-teman dari pembela hak satwa mau bergabung, kami menerima dengan tangan terbuka lho.

Kenapa ada gerakan solidaritas CICAK untuk KPK? Bukankah, sebagaimana diberitakan media, KPK lembaga super?

KPK memang betul lembaga super, karena superioritas KPK ini, kami dari CICAK yakin, banyak pihak yang tidak suka dan mulai menyarangkan serangan tersistematisir terhadap KPK. Ini bukan kami mendramatisasi atau lebay lho, tapi coba Anda lebih jeli deh. KPK adalah lembaga super yang bertugas memberantas korupsi di Indonesia. Kenapa disebut super? Karena KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai pemeriksaan di pengadilan. Kewenangan penyelidikan dan penyidikan selama ini dikerjakan oleh kepolisian. Sedangkan penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan dikerjakan oleh kejaksaan. Jadi kerja dua instansi penegak hukum dikerjakan oleh KPK.
Tambah lagi, dalam UU KPK no.30/2002, disebutkan untuk mengadili penuntutan kasus korupsi yang dilakukan oleh KPK, pengadilan yang berwenang adalah pengadilan korupsi. Artinya, dibentuk pengadilan baru. Kekhususan pengadilan korupsi ini terutama dari komposisi hakimnya yang terdiri dari hakim pengadilan negeri dan hakim ad-hoc serta proses beracara. Hakim ad-hoc adalah hakim tambahan yang bukan berasal dari hakim karir, dari unsur masyarakat.
Kewenangan super KPK lainnya adalah KPK berwenang untuk mengambil alih penyidikan. yang sedang dikerjakan polisi. Apabila KPK mengambil alih penyidikan kasus, maka pihak kepolisian harus menyerahkan kasus tersebut dalam kurun waktu 14 hari pada KPK dan kepolisian tidak berwenang lagi menangani perkara tersebut.

Waks! Betul-betul super ya KPK ini. Bisa banyak musuh dong KPK?

Iya. Terutama musuh KPK adalah para koruptor, oknum pejabat dan aparat yang korup. Hal ini menjelaskan mengapa kami beranggapan ada serangan tersistematisir pada KPK

Ah, dasar cicak paranoid. Lembaga super begitu gimana mau diserang?

Anda sudah baca kan betapa superiornya kewenangan KPK dibanding
aparat penegak hukum lain? Belum lagi kewenangan KPK lain seperti penyadapan, pencekalan, blokir rekening, perintah pemecatan sampai membina kerjasama dengan Interpol. Dengan sedemikian banyak kewenangan, para koruptor tentu perlu merapatkan barisan untuk melumpuhkan KPK.

Tadi Anda bilang ada upaya sistematisir penyerangan terhadap KPK. Seperti apa sih?

Contoh paling mudah dengan tertunda-tundanya pembahasan RUU Pengadilan Tipikor. Memang betul sekarang ada pengadilan korupsi, tapi berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), untuk peradilan korupsi, harus diatur dalam UU tersendiri, tidak bisa menclok dalam UU KPK seperti sekarang. Nah masalahnya, dalam putusan MK tersebut ada jangka waktu, yaitu paling lambat tanggal 19 Desember 2009, harus sudah terbentuk UU Pengadilan Korupsi baru. Sedangkan nasib RUU itu sendiri sekarang masih dibahas oleh Panitia Khusus (Pansus) DPR. Dari limapuluh (50) anggota Pansus, hanya duapuluh (20) orang yang terpilih kembali. Masa sidang yang tersisa adalah dari 14 Agustus 2009 sampai 30 September 2009. Singkat kan? Itu baru sekedar contoh.
Kemudian seperti yang diberitakan oleh majalah Tempo edisi 6-12 Juli 2009, dilakukan pemeriksaan atas Wakil Pimpinan KPK Bagian Penindakan Chandra M. Hamzah atas dugaan penyadapan handphone Rhani dan Nasrudin. Menurut kami, pemeriksaan tersebut terlalu mengada-ada. Bukankah penyadapan bagian dari kewenangan KPK? Bisa dilihat di UU KPK No.30/2002 pasal 12 ayat 1 huruf a.

Nah waktu itu ada wawancara di majalah mingguan terkemuka nasional, yang mewawancarai seorang petinggi kepolisian. Di wawancara tersebut, bapak polisi menyebut soal cicak dan buaya. Apakah ada hubungannya?

Oh, maksud Anda berita di majalah Tempo 6-12 Juli yang judulnya Ramai-Ramai Gembosi KPK? Terus terang kami dari gerakan CICAK merasa berterima kasih karena berdasarkan wawancara itu istilah ‘cicak’ pertama kali muncul dan membuat kami makin terinspirasi untuk membuat suatu gerakan.

Apakah gerakan CICAK ditunggangi parpol?

Coba Anda perhatikan, selama ini justru kami para cicak yang menunggangi parpol. Sayangnya tunggang-menunggang sulit efektif kalau melibatkan parpol, apalagi mereka menyuarakannya hanya lima tahun sekali. Tolong catat ya.

Apakah “Kami CICAK” ini gerakan anti aparat?

Tentu tidak. Mengapa kami harus anti aparat penegak hukum? Tidak masuk logika dong, pemberantasan korupsi tanpa melibatkan aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Jangan membuat orang berfantasi yang tidak sehat ah.

Lho, kalau begitu, kenapa sebut-sebut buaya? Terus apa hubungannya dengan cicak? Kan buaya tidak makan cicak?

Pertama, tahu darimana Anda buaya tidak makan cicak? Memang Anda buaya? Kedua, buaya itu personifikasi semua yang buruk dari korupsi/koruptor. Memang kasihan sih buayanya, tapi kami yakin penampakan buaya dimanapun pasti bikin ngeri. Sama seperti koruptor. Ketiga, cicak itu melambangkan kami yang jumlahnya banyak tapi sering tak diperhitungkan partisipasinya, sering dilupakan tapi sering apes terjepit pintu atau tertindih lemari. Persis seperti cicak. Keempat, meski buaya dan cicak sama-sama reptil, sama seperti kami dengan koruptor yang sama-sama manusia, tapi kami tidak mau mengambil apa yang bukan hak kami, tidak seperti koruptor.

Menurut Anda, penting ya mendukung gerakan KAMI CICAK ini?

Sekarang coba jangan gunakan kata “Anda” lagi. Gunakan kita. Karena kita sama-sama anti korupsi, kita percaya Indonesia kita ini, yang kita harus rawat sebaik-baiknya, akan lebih baik tanpa korupsi. Dan kita, seperti cicak yang sering tak berdaya, tidak dianggap dan terjepit, mampu dan berani bersuara melawan buaya koruptor

Wah, sepertinya Anda kompor betul ya!

Jangan gunakan Anda lagi! Anda, saya, kita semua, para cicak, akan mendeklarasikan GERAKAN CICAK. Tunggu tanggal mainnya.

Tunggu, tunggu, pertanyaan terakhir. Jadi siapa sebenarnya cicak?

Siapa itu cicak? Cicak itu anda, saya dan kita semua! Hidup CICAK (Cinta Indonesia, Cinta KPK)

sumber : politikana

Jangan biarkan mati!

Rabu, 08 Juli 2009

1st Move


Our first movement will start in a few days...Be There...

Decide,
watch us or stay blind,
hear us or ignore us,
share with us or argue,
join us or against us,
fight with us or stay out of our way

Just don't stay and do nothing.
You and I are the victim.

Your call...

AYO DUKUNG CICAK LAWAN BUAYA!

Senin, 6 Jul '09 21:15

"...cicak kok mau melawan buaya..."
(Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol. Susno Duadji, Majalah TEMPO 6-12 Juli 2009)

Pernyataan Kepala Bagian Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji membawa ingatan kita pada perseteruan antara polisi dengan Independent Commission Against Corruption (ICAC), lembaga pemberantasan korupsi di Hongkong (Kompas, 2 Juli 2009).

Pada tahun 1977, "KPK Hongkong" tersebut membongkar kasus korupsi Kepala Polisi Hongkong yang tertangkap tangan menyimpan aset sebesar 4,3 juta dollar Hongkong dan menyembunyikan uang 600.000 dollar AS.

Akibatnya, beberapa saat kemudian, Kantor ICAC digempur oleh polisi Hongkong. Setelah pengadilan memutuskan bahwa Kepala Polisi tersebut memang terbukti bersalah dan ICAC terbukti bersih, maka Hongkong pun kini dikenal sebagai negara yang relatif bersih dari tindak pidana korupsi. Dan fakta ini tak lepas dari kinerja ICAC.

Di Indonesia, ketika Indeks Persepsi Korupsi kita semakin membaik, berbagai pihak saat ini justru beramai-ramai menggembosi KPK. Seperti dikutip Kompas, pegiat anti korupsi Saldi Isra menilai bahwa Polri terlalu mendramatisasi pemeriksaan terhadap Wakil Ketua KPK, Chandra M Hamzah yang melakukan penyadapan telepon seluler Rani Juliani dan almarhum Nasrudin Zulkarnain (Kompas, 25 Juni 2009). Menurut Saldi, KPK mempunyai prosedur standar operasional ketat terkait penyadapan. KPK tak akan menyadap jika tak memiliki dasar yang kuat dan jelas.

Komjen Susno Duadji kini juga tengah gerah karena telepon selulernya disadap oleh penegak hukum lain. Rekaman sadapan konon menunjukkan bahwa Kabareskrim Mabes Polri tersebut meminta imbalan sebesar Rp 10 miliar atas jasanya melancarkan pencairan uang PT Lancar Sampoerna Bestari terkait dengan kasus Bank Century (Majalah Tempo Edisi 6-12 Juli 2009). Dalam artikel yang sama, di ujung cerita, Susno mengibaratkan dirinya dan institusinya sebagai buaya dan mengatakan institusi penyadap sebagai cicak, "...cicak kok mau melawan buaya...", ujarnya.

Kita tahu apa dan siapa yang dimaksud sebagai cicak. Perumpamaan ‘cicak' jelas merupakan upaya pengkerdilan dan melemahkan gerakan anti-korupsi. Bila untuk mendukung gerakan anti-korupsi harus menjadi ‘cicak', marilah kita semua menjadi cicak. Anda cicak, saya cicak, kita semua cicak. Dan mereka buaya.

Cicak sedunia, bersatulah! Kita yang dimiskinkan dunia...

Dukung CICAK (Cintai Indonesia Cintai KPK) !

sumber : Politikana