KPK: Isi Testimoni Antasari Diragukan Kebenarannya

Kamis, 06 Agustus 2009

Komisi III DPR berencana memanggil Polri dan KPK untuk mengklarifikasi kebenaran testimoni yang disampaikan Antasari.

“Ada pihak-pihak yang manfaatin KPK, (dan) ini bukan hal baru,” tutur Chandra M Hamzah, dalam jumpa pers di gedung KPK, Kamis sore (6/8). Wakil Ketua bidang Penindakan ini seolah-olah ingin mengatakan KPK sudah terbiasa menghadapi ulah oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang ingin memanfaatkan posisi KPK, khususnya terkait penanganan kasus korupsi. Modusnya bisa bermacam-macam, tetapi hampir semua UUD alias ujung-ujungnya duit.

Chandra menegaskan, “Di KPK tidak ada penyelesaian kasus dengan pembayaran”. Tekad KPK untuk tetap ‘bersih’ tidak main-main. Buktinya, beberapa kali KPK terjun langsung menindak oknum-oknum yang ingin memanfaatkan KPK, seperti di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Sulawesi, dan daerah-daerah lain. Namun, KPK hanya sebatas meringkus pelakunya. Selanjutnya, karena ranah pidana umum, Kepolisian yang menindaklanjuti. “Itu domain Kepolisian,” tukas Chandra.

Domain Kepolisian. Demikian pula kesimpulan KPK menyikapi informasi yang beredar beberapa hari belakangan ini. Informasi yang tertuang dalam rekaman serta testimoni tertulis Ketua KPK non aktif Antasari Azhar itu, menyebut ada petinggi KPK yang menerima suap terkait penanganan kasus Sistem Komunikasi Radio Terpadu. Berdasarkan salinan dokumen yang diperoleh hukumonline, testimoni dibuat oleh Antasari dengan tulisan tangan pada 16 Mei 2009 atau 15 hari setelah mantan Direktur Penuntutan pada Jampidum itu ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.

Setebal empat halaman, dan terdiri dari sembilan poin dalam bentuk tulisan tangan, testimoni itu menyatakan semua berawal ketika tim penyidik KPK menggelar penggeledahan di PT Masaro terkait kasus Tanjuang Api-api dengan terdakwa Yusuf Emir Faisal. Tim penyidik menemukan dokumen berupa blanko kosong dengan kepala surat Departemen Kehutanan dan stempel Dinas Kehutanan se Indonesia.

Dengan pertimbangan belum ditemukan keterkaitan dengan kasus Tanjung Api-api, dokumen tersebut akhirnya hanya menjadi bagian lampiran berkas perkara. Yusuf sendiri akhirnya dinyatakan bersalah dan divonis empat tahun enam bulan. Berangkat dari penemuan dokumen itu, KPK lalu menggelar penyelidikan terpisah dari kasus Tanjung Api-api. Ketika proses sedang berjalan, masih menurut Testimoni, Antasari mendapat kabar kasus Masaro telah ‘diselesaikan’ oknum KPK dengan PT Masaro.

“Mendengar ini, saya terkejut dan tidak langsung percaya,” tulis Antasari dalam testimoni. Selanjutnya, pemberi informasi mempersilahkan Antasari mendengar langsung keterangan dari PT Masaro. Antasari dengan berbekal alat perekam, lalu terbang ke Singapura menemui Anggoro Wijoyo, Direktur PT Masaro –tertulis di testimoni sebagai pemilik PT Masaro-. Sekali lagi, Antasari mengaku terkejut begitu mendengar penjelasan Anggoro. Namun, Antasari merasa belum mendapat informasi lengkap khususnya tentang proses penyerahan dana ke oknum KPK. Makanya, Antasari mengadakan pertemuan dengan seseorang bernama Ari di Malang, Jawa Timur.

Dari Ari lah, Antasari mendengar uraian secara rinci penyerahan dana kepada oknum KPK. Sayang, kali ini, Antasari tidak membekali diri dengan alat perekam. Kepada Antasari, Ari mengatakan penyerahan dana dilakukan di Jakarta beberapa kali dengan lokasi yang berbeda-beda. Dana itu, seperti tertulis di testimoni, diserahkan kepada dua pimpinan KPK. Di bagian akhir testimoni antasari menulis “Demikian testimoni saya dan saya siap bersaksi seperti apa yang tertulis di dalam testimoni”.

Testimonium de auditu

Khusus menanggapi testimoni Antasari, Mochammad Jasin menegaskan bahwa tidak benar pimpinan KPK menerima suap terkait penanganan kasus PT Masaro. Kasus tersebut, kata Jasin, masih terus berjalan dan sejuah ini telah menetapkan tersangka, termasuk Anggoro. Sejak 22 Agustus 2008, KPK telah mengeluarkan larangan berpergian ke luar negeri (cekal) terhadap Anggoro dan beberapa koleganya. Untuk kepentingan proses hukum, KPK beberapa kali melakukan pemanggilan, namun tidak digubris oleh Anggoro, sehingga yang bersangkutan masuk daftar pencarian orang.

“Testimoni dan laporan yang dibuat oleh Antasari Azhar belum tentu benar, karena ada kemungkinan keterangan yang disampaikan oleh saudara Anggoro Wijoyo kepada Antasari Azhar belum tentu benar,” papar Wakil Ketua bidang Pencegahan.

Menurut Jasin, bahkan tidak tertutup kemungkinan Anggoro menipu Antasari dengan menyampaikan informasi keliru untuk kepentingan dirinya selaku pihak terkait kasus yang sedang ditangani KPK. Kalaupun benar, testimoni Antasari tidak bisa dijadikan alat bukti karena sifatnya hanya testimonium de auditu atau keterangan berdasarkan perkataan orang lain. Jasin merujuk pada penjelasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP, bahwa Dalam keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dari orang lain atau testimonium de auditu”.

Tidak hanya testimoni, KPK juga tegas membantah pernah menerbitkan surat pencabutan cekal terhadap Anggoro dkk, sebagaimana disampaikan oleh Antasari kepada pihak Kepolisian. “Surat itu palsu,” tukas Jasin. Soal surat pencabutan ini, Chandra berkepentingan meluruskan karena pada surat tertanggal 5 Juni 2009 itu tertera tanda tangannya. Bukti kepalsuan itu di antaranya terlihat dari letak simbol burung garuda di sebelah kiri, padahal lazimnya di tengah. Lalu, kepanjangan nama KPK pada kata ‘Pemberantasan’ tercetak warna merah, padahal seharusnya warna hitam.

“Tidak perlu seorang ahli, tanda tangan saya di surat pencabutan itu jelas berbeda dengan aslinya,” kata Chandra sambil memperlihatkan salinan surat pencabutan cekal yang diyakni palsu itu.

Karena haqul yakin surat pencabutan cekal itu palsu, KPK telah melayangkan surat kepada Kapolri. Melalui surat kepada Kapolri itu, Jasin berharap kasus dugaan pemalsuan ini segera ditindaklanjuti, termasuk siapa pelaku. “Kami berharap Polri menindaklanjuti surat kami tersebut,” dia menambahkan.

Panggilan Komisi III

Kontroversi testimoni Antasari juga menarik perhatian DPR. Kamis pagi (6/8), Wakil Ketua Komisi III DPR Soeripto menyambangi kantor KPK. Walaupun mengaku datang bukan sebagai perwakilan Komisi III DPR, Soeripto mengatakan Komisi III selaku mitra kerja KPK dan Polri, akan meminta keterangan dari masing-masing lembaga. "Tentunya kita akan meminta keterangan dari polisi dulu. Tapi baik KPK maupun kepolisian, kita akan panggil semua," kata politisi dari Partai Keadilan Sejahtera ini.


Menurut Soeripto, klarifikasi penting untuk menjawab kesimpang-siuran atas munculnya testimoni Antasari. Terlepas dari itu, ia berpendapat langkah Antasari bertemu Anggoro yang terkait kasus korupsi. "Pimpinan menemui seorang buronan tersangka itu sudah melanggar UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK," Soeripto menambahkan.

Terpisah, Wakil Koordinator Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho berpendapat yang seharusnya diselidiki terlebih dahulu justru motivasi Antasari menemui Anggoro. Prosedurnya, kata Emerson, Antasari tidak bisa begitu saja ketemu, tanpa menginformasikan pimpinan KPK lainnya. “Motifnya kan harus dicari tahu dulu, apa untuk melemahkan KPK atau bargaining-bargaining atau deal-deal tertentu dengan pihak lain,” ujarnya.

(Rzk/Nov)


Sumber : hukumonline.com

0 komentar:

Posting Komentar