Pidato Lengkap Presiden SBY 23/11/2009

Senin, 23 November 2009
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam sejahtera bagi kita semua


Saudara-saudara se-bangsa dan se-tanah air yang saya cintai dan saya banggakan


Dengan terlebih dahulu memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa serta dengan memohon ridho-Nya pada malam hari ini saya ingin menyampaikan penjelasan kepada seluruh rakyat Indonesia menyangkut dua isu penting yang berkaitan dengan penegakan hukum dan keadilan di negeri kita. Isu penting yang saya maksud adalah pertama, kasus Bank Century dan kedua kasus Sdr. Chandra M. Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto yang keduanya telah menjadi perhatian masyarakat yang amat mengemuka. Kedua isu ini juga telah mendominasi pemberitaan di hampir semua media massa disertai dengan percakapan publik yang menyertainya, bahkan disertai pula dengan berbagai desas-desus atau rumor yang tidak mengandungi kebenaran. Oleh karena itu, selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, malam ini saya pandang perlu untuk menjelaskan duduk persoalan serta sikap pandangan dan solusi yang perlu ditempuh terhadap kedua permasalahan tersebut.

Dalam waktu 2 minggu terakhir ini, saya sengaja menahan diri untuk tidak mengeluarkan pernyataan menyangkut Bank Century dan kasus Sdr. Chandra M. Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto, dengan alasan:

Kesatu, menyangkut kasus Bank Century selama ini saya masih menunggu hasil Pemeriksaan Investigasi yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dilakukan atas permintaan DPR RI. Saya sungguh menghormati proses itu dan saya tidak ingin mengeluarkan pernyataan yang mendahului, apalagi ditafsirkan sebagai upaya mempengaruhi proses audit investigatif yang dilakukan BPK. Tadi sore saya telah bertemu dengan Ketua dan anggota BPK yang menyampaikan laporan hasil pemeriksaan investigasi atas Bank Century. Dengan demikian, malam ini tepat bagi saya untuk menyampaikan sikap dan pandangan saya berkaitan dengan kasus Bank Century tersebut.

Kedua, menyangkut kasus hukum Sdr Chandra M Hamzah dan Sdr Bibit Samad Riyanto malam ini saya pandang tepat pula untuk menyampaikan sikap pandangan dan solusi paling tepat terhadap permasalahan itu. Mengapa? Saudara-saudara masih ingat pada tanggal 2 November 2009 yang lalu dengan mencermati dinamika di lingkungan masyarakat luas yang antara lain berupa silang pendapat kecurigaan dan ketidak-percayaan atas proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri dan Kejaksaan Agung, saya telah membentuk sebuah Tim Independen, yaitu Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum Sdr. Chandra M.Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto. Tim Independen ini yang sering disebut Tim-8 bekerja selama 2 minggu, siang dan malam, dan akhirnya pada tanggal 17 November 2009 yang lalu secara resmi telah menyerahkan hasil kerja dan rekomendasinya kepada saya. Setelah selama 5 hari ini jajaran pemerintah, termasuk pihak Polri dan Kejaksaan Agung saya instruksikan untuk merespons hasil kerja dan rekomendasi Tim-8, maka malam hari ini secara resmi saya akan menyampaikan kepada rakyat Indonesia, apa yang sepatutnya kita laksanakan ke depan.

Saudara-saudara,

Sebelum saya masuk ke dalam inti permasalahan tentang bagaimana sebaiknya kasus Bank Century dan kasus Sdr. Chandra M. Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto ini kita selesaikan dengan baik, saya ingin menyampaikan kepada segenap masyarakat luas bahwa cara-cara penyelesaian terhadap kasus hukum yang memiliki perhatian publik luas seperti ini mestilah tetap berada dalam koridor konstitusi hukum dan perundang-undangan yang berlaku seraya dengan sungguh-sungguh memperhatikan dan mendengarkan aspirasi dan pendapat umum. Solusi dan opsi yang kita tempuh juga harus bebas dari kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan, tetap jernih dan rasional, serta bebas dari tekanan pihak manapun yang tidak semestinya. Dan di atas segalanya kita harus tetap bertumpu kepada dan menegakkan kebenaran dan keadilan.


Rakyat Indonesia yang saya cintai,


Sekarang saya akan menjelaskan yang pertama dulu, yaitu sikap dan pandangan saya tentang kasus Bank Century.

Yang pertama-tama harus kita pahami adalah pada saat dilakukan tindakan terhadap Bank Century tersebut, situasi perekonomian global dan nasional berada dalam keadaan krisis. Hampir di seluruh dunia terjadi goncangan keuangan dan tidak sedikit pula krisis di dunia perbankan. Banyak negara melakukan tindakan untuk menyelamatkan perbankan dan perekonomian mereka.

Pada bulan November 2008 yang lalu, apa yang dilakukan oleh pemerintah dan BI, mestilah dikaitkan dengan situasi dan konteks demikian, sehingga tidak dianggap keadaannya normal-normal saja. Kita punya pengalaman sangat pahit dan buruk 10-11 tahun lalu, ketika Indonesia mengalami rangkaian krisis yang menghancurkan perekonomian kita. Dengan demikian kebijakan yang ditempuh untuk melakukan tindakan terhadap Bank Century yang di antaranya adalah tindakan hukum terhadap para pengelola Bank Century serta penyaluran dana penyertaan modal sementara, sesungguhnya bertujuan untuk mencegah terjadinya krisis perbankan bahkan perekonomian. Meskipun ketika berlangsungnya proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki kewenangan dan tugas untuk itu, saya sedang mengemban tugas di luar negeri, tetapi saya memahami situasi yang ada di tanah air beserta rangkaian upaya untuk menyelamatkan perbankan dan perekonomian kita.

Tetapi kini yang menjadi perhatian DPR RI dan berbagai kalangan masyarakat adalah :

Pertama, sejauh mana proses pengambilan keputusan dan tindakan penyaluran dana penyertaan modal sementara kepada Bank Century yang berjumlah Rp 6,7 triliun itu dinilai tepat atau 'proper'?

Kedua, apakah ada pihak-pihak tertentu dengan kepentingannya sendiri dan bukan kepentingan negara meminta atau mengarahkan pihak pengambil keputusan dalam hal ini, Menkeu dengan jajarannya dan BI, yang memang keduanya memiliki kewenangan untuk itu?

Ketiga, apakah penyertaan modal sementara yang berjumlah Rp 6,7 triliun itu ada yang 'bocor' atau tidak sesuai dengan peruntukannya? Bahkan berkembang pula desas-desus, rumor, atau tegasnya fitnah yang mengatakan bahwa sebagian dana itu dirancang untuk dialirkan ke dana kampanye Partai Demokrat dan Capres SBY, fitnah yang sungguh kejam dan sangat menyakitkan.

Keempat, sejauh mana para pengelola Bank Century yang melakukan tindakan pidana diproses secara hukum, termasuk bagaimana akhirnya dana penyertaan modal sementara itu dapat kembali ke negara?

Saudara-saudara

Saya sungguh memahami munculnya sejumlah pertanyaan kritis itu yang tentunya memerlukan penjelasan dan klarifikasi dari pihak-pihak terkait. Saya pun memiliki kepedulian dan rasa ingin tahu sebagaimana yang dialami oleh masyarakat kita. Saya juga ingin keempat pertanyaan kritis menyangkut kasus Bank Century yang saya sebutkan tadi juga mendapatkan jawaban yang tegas dan benar.

Dengan telah saya terimanya hasil pemeriksaan investigasi BPK atas kasus Bank Century sore tadi, pemerintah akan segera mempelajari dan pada saatnya nanti saya akan meminta Sdri. Menteri Keuangan dengan jajarannya bersama-sama dengan pihak BI untuk memberikan penjelasan dan klarifikasinya. Saya sungguh ingin keterbukaan dan akuntabilitas dapat kita tegakkan bersama. Saya juga ingin semua desas-desus, kebohongan dan fitnah dapat disingkirkan dengan cara menghadirkan fakta dan kebenaran yang sesungguhnya.

Terhadap pemikiran dan usulan sejumlah anggota DPR RI untuk menggunakan Hak Angket terhadap Bank Century, saya menyambut dengan baik agar perkara ini mendapatkan kejelasan serta sekaligus untuk mengetahui apakah ada tindakan-tindakan yang keliru dan tidak tepat. Bersamaan dengan penggunaan Hak Angket oleh DPR RI tersebut, saya juga akan melakukan sejumlah langkah tindakan internal pemerintah, berangkat dari hasil dan temuan Pemeriksaan Investigasi BPK tersebut.

Dan yang tidak kalah pentingnya adalah percepatan proses hukum bagi para pengelola Bank Century dan segera dapat dikembalikannya dana penyertaan modal yang berjumlah Rp 6,7 triliun itu kepada negara. Saya telah menginstruksikan Jaksa Agung dan Kapolri untuk melaksanakan tugas penting ini.

Saudara-saudara,

Pada bagian kedua ini saya akan menyampaikan sikap, pendapat dan langkah tindakan apa yang perlu dilakukan menyangkut kasus hukum Sdr. Chandra M. Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto.

Sejak awal, proses hukum terhadap 2 pimpinan KPK non-aktif ini telah menimbulkan kontroversi, pro dan kontra di kalangan masyarakat. Kecurigaan terhadap kemungkinan direkayasanya kasus ini oleh para penegak hukum juga tinggi. Dua hari yang lalu saya juga mempelajari hasil survey oleh Lembaga Survey yang kredibel yang baru saja dilakukan, yang menunjukkan bahwa masyarakat kita memang benar-benar terbelah.

Di samping saya telah mengkaji laporan dan rekomendasi Tim-8, saya juga melakukan komunikasi dengan 2 pimpinan Lembaga Tinggi Negara di wilayah 'justice system, yaitu Sdr. Ketua Mahkamah Agung dan Sdr. Ketua Mahkamah Konstitusi. Saya juga melakukan komunikasi dengan segenap pimpinan KPK dan tentu saja saya pun telah mengundang Kapolri dan Jaksa Agung untuk mencari solusi terbaik atas kasus ini. Di luar itu, saya juga patut berterima kasih kepada para pakar hukum yang 5 hari terakhir ini, sejak Tim-8 menyampaikan rekomendasinya, juga memberikan sumbangan pemikiran kepada saya.

Dalam kaitan ini, sesungguhnya jika kita ingin mengakhiri silang pendapat mengenai apakah Sdr. Chandra M. Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto salah atau tidak salah, maka forum atau majelis yang tepat adalah pengadilan. Semula saya memiliki pendirian seperti ini. Dengan catatan, proses penyidikan dan penuntutan mendapatkan kepercayaan publik yang kuat. Dan tentu saja proses penyidikan dan penuntutan itu 'fair, objektif dan disertai bukti-bukti yang kuat.

Dalam perkembangannya, justru yang muncul adalah ketidakpercayaan yang besar kepada pihak Polri dan Kejaksaan Agung, sehingga telah masuk ke ranah sosial dan bahkan ranah kehidupan masyarakat yang lebih besar. Oleh karena itu, faktor yang saya pertimbangkan bukan hanya proses penegakan hukum itu sendiri, tapi juga faktor-faktor lain seperti pendapat umum, keutuhan masyarakat kita, azas manfaat, serta kemungkinan berbedanya secara hakiki antara hukum dengan keadilan.

Sebelum memilih opsi atau konstruksi penyelesaian kasus ini di luar pertimbangan faktor-faktor non-hukum tadi, saya juga menilai ada sejumlah permasalahan di ketiga Lembaga Penegak Hukum itu, yaitu di Polri, Kejaksaan Agung dan KPK. Permasalahan seperti ini tentu tidak boleh kita biarkan dan harus kita koreksi, kita tertibkan dan kita perbaiki.

Oleh karena itu, solusi dan opsi lain yang lebih baik yang dapat ditempuh adalah pihak kepolisian dan kejaksaan tidak membawa kasus ini ke pengadilan dengan tetap mempertimbangkan azas keadilan, namun perlu segera dilakukan tindakan-tindakan korektif dan perbaikan terhadap ketiga lembaga penting itu, yaitu Polri, Kejaksaan Agung dan KPK.


Solusi seperti ini saya nilai lebih banyak manfaatnya dibanding mudharatnya. Tentu saja cara yang ditempuh tetaplah mengacu kepada ketentuan perundang-undangan dan tatanan hukum yang berlaku. Saya tidak boleh dan tidak akan memasuki wilayah ini, karena penghentian penyidikan berada di wilayah Lembaga Penyidik (Polri), penghentian tuntutan merupakan kewenangan Lembaga Penuntut (Kejaksaan), serta pengenyampingan perkara melalui pelaksanaan asas oportunitas merupakan kewenangan Jaksa Agung. Tetapi sesuai dengan kewenangan saya, saya menginstruksikan kepada Kapolri dan Jaksa Agung untuk melakukan penertiban, pembenahan dan perbaikan di institusinya masing-masing berkaitan dengan kasus ini. Demikian pula saya sungguh berharap KPK juga melakukan hal yang sama di institusinya.

Rakyat Indonesia yang saya cintai dan saya banggakan.


Jika pada akhirnya, insya Allah, kasus Sdr. Chandra M. Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto ini dapat kita selesaikan, tugas kita masih belum rampung. Justru kejadian ini membawa hikmah dan juga pelajaran sejarah bahwa reformasi nasional kita memang belum selesai, utamanya reformasi di bidang hukum. Kita semua para pencari keadilan juga merasakannya. Bahkan kalangan internasional yang sering 'fair' dan objektif dalam memberikan penilaian terhadap negeri kita juga menilai bahwa sektor-sektor hukum kita masih memiliki banyak kekurangan dan permasalahan. Sementara itu prestasi Indonesia di bidang demokrasi, peng-hormatan kepada HAM dan kebebasan pers mulai diakui oleh dunia. Demikian juga pembangunan kembali perekonomian pasca krisis 1998 juga dinilai cukup berhasil. Sementara itu, dunia juga menyambut baik peran internasional Indonesia pada tahun-tahun terakhir ini yang dinilai positif dan konstruktif.

Oleh karena itu, sebagaimana yang telah saya sampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa 5 tahun mendatang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi tetap menjadi prioritas pemerintah. Bahkan dalam program 100 hari, saya telah menetapkan gerakan Pemberantasan Mafia Hukum sebagai prioritas utama. Kita sungguh serius. Agar masyarakat bisa hidup lebih tentram, agar keadaan menjadi lebih aman dan tertib, agar perekonomian kita terus berkembang, dan agar citra Indonesia di mata dunia bertambah baik, maka reformasi di bidang hukum harus benar-benar sukses dan korupsi harus berhasil kita berantas.

Khusus untuk menyukseskan gerakan Pemberantasan Mafia Hukum, saya sedang mempersiapkan untuk membentuk Satuan Tugas di bawah Unit Kerja Presiden yang selama 2 tahun kedepan akan saya tugasi untuk melakukan upaya Pemberantasan Mafia Hukum. Saya sungguh mengharapkan dukungan dan kerja sama dari semua Lembaga Penegak Hukum, dari LSM dan Media Massa, serta dari masyarakat luas. Laporkan kepada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum jika ada yang menjadi korban dari praktik-praktik Mafia Hukum itu, seperti pemerasan, jual-beli kasus, intimidasi dan sejenisnya.

Dalam kaitan ini, saya menyambut baik rekomendasi Tim-8 dan juga suara-suara dari masyarakat luas agar tidak ada kasus-kasus hukum, utamanya pemberantasan korupsi yang dipetieskan di KPK atau juga di Polri dan Kejaksaan Agung. Kalau tidak cukup bukti hentikan, tetapi kalau cukup bukti mesti dilanjutkan. Hal ini untuk menghindari kesan adanya diskriminasi dan tebang pilih dalam pemberantasan korupsi. Apalagi kalau pemeti-esan ini berkaitan dengan praktik-praktik Mafia Hukum tadi.

Akhirnya saudara-saudara, marilah kita terus melangkah ke depan dan bekerja lebih gigih lagi untuk menyukseskan pembangunan bangsa.

Kepada jajaran Polri, Kejaksaan Agung, KPK dan Lembaga-Lembaga penegak hukum dan pemberantas korupsi lainnya, teruslah berbenah diri untuk meningkatkan integritas dan kinerjanya. Bangun kerja sama dan sinergi yang lebih baik dan hentikan disharmoni yang tidak semestinya terjadi.

Kepada masyarakat luas di seluruh tanah air marilah kita lebih bersatu lagi dan cegah perpecahan di antara kita. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.

Semoga Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa membimbing perjalanan bangsa kita ke arah yang benar.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
(asy/nrl)

sumber : detik.com

AL Jazeera - Corruption Fighters

Sabtu, 14 November 2009

The gecko bites back

Rabu, 11 November 2009

Yudhoyono: second term, first crisis

Nov 5th 2009 | Jakarta

THIS was to have been Susilo Bambang Yudhoyono’s second honeymoon. Inaugurated for a second presidential term last month after a landslide election victory in July, he should have been basking in his recent international popularity and preparing for a regional summit in Singapore. Instead, he has been consumed by the fallout from a political scandal. On November 2nd he set up a team to look into an investigation by the police of members of the Corruption Eradication Commission, known as the KPK. The commission’s high-profile prosecutions had helped improve the country’s corrupt image and boosted the president’s standing.

Mr Yudhoyono was responding to mounting public pressure and street protests that followed the arrest of two KPK deputy chairmen on dubious charges of abuse of power and extortion. This was the culmination of a months-long feud pitting the KPK against the national police and the attorney-general’s office. The two KPK officials, Chandra Hamzah and Bibit Samad Rianto, were accused of taking bribes from Anggoro Widjojo, a corruption suspect, so that he could flee abroad. They say their arrests were part of a plot to frame them and weaken the KPK.

A day after Mr Yudhoyono announced the investigation, a nationally televised court hearing broadcast more than four hours of tapped telephone conversations compiled by the KPK. They featured a man believed to be a state prosecutor, Mr Anggoro’s brother, who is an important police witness, and other unnamed figures. They suggested a plot to frame the KPK officials. Speakers also cited the president as backing the moves against the KPK. Within hours of the broadcast, the two KPK men were freed from jail (but remain under investigation). Mr Anggoro’s brother was detained for questioning.

The scandal is overshadowing all Mr Yudhoyono’s plans for economic reform, and denting the mood of optimism that followed his re-election. His government has run an international television campaign touting Indonesia’s transformation from South-East Asia’s basket-case ten years ago into its leading democracy. The president’s election platform focused on the rule of law, fighting corruption and wooing foreign investment.

Critics say the KPK was seen as going too far, gunning for Mr Yudhoyono’s political enemies and settling old scores with rivals in the police and attorney-general’s office. The fight has been extremely personal: the chief police detective, Susno Duadji, whose phone was tapped by the KPK in another corruption probe, famously compared KPK attempts to take on the police to “a gecko versus a crocodile”. Now Mr Susno himself has resigned under a cloud, as has the deputy attorney-general.

The worry is that the scandal could cripple Mr Yudhoyono’s second-term agenda. Few doubt that it shows how the police and attorney-general’s office, widely regarded as among Indonesia’s most corrupt institutions, need serious reform. Worse, the revelations—including the suggestion that one of the KPK officials might be killed in jail—show that the bad habits of the authoritarian Suharto regime still haunt Indonesia a decade after its fall.

After setting up his investigative team, Mr Yudhoyono promised to “uphold legal supremacy”. But it is still not clear that he grasps the severity of the crisis. He is known for his willingness to share political spoils and his preference for consensus. In this case, however, the public seems to yearn for confrontation: to see him take on the rot in Indonesia’s legal framework, and get rid of it.


GUERILLA MURAL CICAK

Selasa, 10 November 2009

Ini adalah template untuk rekan-rekan sekalian yang ingin membuat mural cicak, tapi males menggambar.

7 Langkah membuat mural cicak

  1. Klik dan kemudian Save (simpan) gambar logo diatas ini;
  2. Print dengan ukuran apa saja (lebih baik minimal ukuran A3 - 30 x 30 cm);
  3. Potong bagian yang berwarna abu-abu;
  4. Beli cat semprot atau cat tembok biasa (sayangnya kita tidak menyediakan) warna Merah, Hitam, Biru, atau Putih;
  5. Pilih tembok atau medium lain yang menarik perhatian;
  6. Letakkan kertas yang bergambar logo tadi diatas medium tersebut;
  7. Semprotkan cat keatas kertas bergambar logo tersebut.

Rekan-rekan bisa foto hasil mural tersebut, dan kirimkan ke kami di www.cicak.or.id, atau posting sendiri di FB Kami Cicak!


Selamat mencoba.

Salam,

Cicak

Cicak vs Buaya

Minggu, 08 November 2009

Kartunis : Donny Satryadharma, (copyright 2009)

Drama Kepolisian di Ruang Dewan

Dimuat di Koran Tempo, Senin, 9 November 2009

Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR dengan Kepolisian Kamis (5/11) tampak seperti sebuah drama yang ditayangkan di televisi. Beberapa informasi yang disampaikan membuat bingung masyarakat yang sebelumnya menonton sidang Mahkamah Konstitusi terkait kasus Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto.

Yang mengemuka dari rapat dengar pendapat tersebut adalah terbukanya rapat itu. Tentu saja kita harus menghargai dan bahkan mendorong keterbukaan di DPR. Tapi perhatikan bahwa rapat dengar pendapat dengan KPK, yang berada dalam satu rangkaian dengan rapat dengar pendapat dengan Kapolri dan dilaksanakan sehari sebelumnya, justru dilaksanakan secara tertutup. Akibatnya, yang terjadi adalah penciptaan forum publik untuk Kepolisian. Dan karena forum ini memang berupa rapat dengar pendapat dengan hanya satu institusi, tidak bisa ada perimbangan informasi. Kalau DPR mau konsisten dengan keterbukaannya, mestinya semua rapat terbuka untuk umum, tidak ada yang ditutup.

Forum Politik

Penting untuk dijernihkan, rapat dengar pendapat Komisi III dengan Kapolri adalah sebuah forum politik. Bukan forum hukum (pro justitia), seperti halnya di pengadilan; baik pengadilan negeri, pengadilan tinggi, maupun Mahkamah Agung ataupun Mahkamah Konstitusi. Posisi rapat dengar pendapat sebagai forum politik mempunyai dua konsekuensi.

Pertama, standar validitas data dan klarifikasinya sangat berbeda. Proses pengadilan itu rumit dan prosedurnya diatur dalam hukum acara dalam sebuah undang-undang karena standar validitas data yang diajukan amat tinggi mengingat seseorang akan dihukum sebagai keluaran dari prosedur itu. Setiap keterangan yang diberikan harus diperiksa-silang dan diberikan alat bukti yang cukup. Tidak bisa hanya berupa rangkaian pernyataan seperti yang disampaikan dalam rapat dengar pendapat tersebut. Apalagi pernyataan ini hanya dari satu pihak.

Kedua, terkait dengan yang pertama, yang keluar dari forum itu bukan sebuah "putusan hukum". Ini penting untuk digarisbawahi karena ada beberapa anggota yang sempat mengusulkan penyimpulan yang mengesankan adanya “kebenaran mutlak” dalam forum itu. Bahkan sempat ada kata-kata yang menyatakan adanya “opini illegal” yang mengesankan bahwa kesimpulan RDP Komisi III DPR adalah “opini legal.” Ini pernyataan yang salah dan menyesatkan bagi publik.

Dukungan Berlebihan

Yang juga tak lazim dalam dinamika sebuah parlemen adalah dukungan yang berlebihan dari anggota DPR. Tidak hanya puja-puji yang diberikan kepada Kepolisian, bahkan juga tepukan tangan setelah pernyataan Kabareskrim Susno Duadji bahwa dirinya tidak menerima suap. Ini sungguh suatu praktek yang tidak jamak dilakukan. Mungkin saja karena sebagian besar anggota DPR yang sekarang baru, atau memang karena ada dukungan yang ingin diperlihatkan secara telanjang pasca-diperdengarkannya rekaman penyadapan di MK.

Dengar pendapat atau hearing dalam sebuah parlemen merupakan urusan yang serius dan digunakan oleh anggota parlemen untuk mendalami suatu kasus. Tujuannya bisa untuk mengawasi jalannya pemerintahan atau membuat suatu kebijakan. Di Amerika Serikat, Belanda, dan Jepang -sekadar untuk menyebut tiga contoh dari banyak negara- dalam beberapa dengar pendapat ada testimoni yang diberikan di bawah sumpah. Dan semua dengar pendapat juga biasanya dilakukan dalam sidang yang memang terbuka. Di situlah biasanya anggota parlemen menunjukkan “taringnya” kepada konstituennya dengan memberikan pertanyaan yang bermutu.

Anggota parlemen biasanya menggunakan kesempatan dengar pendapat untuk memberikan pertanyaan-pertanyaan yang tajam dan berkualitas. Sebab ini akan berguna baginya untuk bisa mendalami kasus dan memberikan kesimpulan yang terbaik. Bukan pernyataan-pernyataan yang tidak relevan. Apalagi tepukan tangan, yang sifatnya hanya menunjukkan dukungan politik.

Meski ini tidak melanggar kode etik DPR, sesungguhnya tidak pada tempatnya anggota DPR berperilaku seperti ini. Sudah lama kita berbicara soal rapat-rapat di DPR yang dipandang tidak efisien dan efektif. Sebagian anggota DPR sendiri pernah mengeluh tentang betapa kerasnya mereka bekerja sementara sebagian organisasi menilai buruknya kinerja DPR. Barangkali rapat hingga jam tiga pagi kemarin adalah salah satu contoh kerja keras mereka. Namun di sini kita melihat sendiri bahwa tidak efektifnya rapat ternyata sebagian disebabkan oleh perilaku anggota sendiri yang membuat rapat berlarut-larut dengan memberikan pernyataan-pernyataan yang tak perlu dalam sebuah dengar pendapat.

Pembaruan Institusi

Kita setuju bahwa semua institusi penegak hukum harus didukung dalam melakukan kerjanya secara sinergis. Bila DPR memang ingin berkontribusi menyelesaikan masalah ini, DPR mestinya berpikir dalam kerangka pembaruan jangka panjang. Ini bukan soal mendukung satu institusi dan menghujat yang lainnya. Ini adalah persoalan institusi-institusi penegakan hukum yang harus dirombak total. Pihak yang membuka kasus-kasus korupsi di tubuh Kepolisian pasti tidak ingin membubarkan Kepolisian. Di manapun di dunia ini Kepolisian diperlukan penegakan hukum. Masalahnya adalah kepolisian yang seperti apa? Yang tidak korup dan profesional.

Bila DPR memang benar-benar ingin menjadi wakil rakyat, poin inilah yang mestinya dicermati dan digali. Bukan mendalami suatu kasus dan bertanding dengan lembaga peradilan untuk membongkar kasus tertentu.

Aksi Indonesia Sehat Lawan Korupsi!

Jumat, 06 November 2009


Ayo gabung sama ratusan orang lainnya dalam Aksi Indonesia Sehat Lawan Korupsi!
Bersama SLANK, Fariz RM, Netral, Efek Rumah Kaca, Gita Gutawa, Kadri Jimo and the Prinzes of Rhythm, Gank Pegangsaan, Ahmad Albar, Once Dewa dkk.

Minggu 8 November jam 07.00-11.00 WIB di Bundaran HI Jakarta.
Kenakan baju putihmu, tunjukkan kebersihanmu!
Lawan Korupsi!

Didukung berbagai komunitas antara lain Bike To Work, Komunitas Sepeda Onthel, Komunitas

The Truth Shall Set Them Free

Selasa, 03 November 2009